Stimulus Ekonomi Corona dan Defisit APBN

Pemerintah untuk mengatasi imbas Covid-19 melakukan sejumlah langkah ekonomi, di antaranya memberikan stimulus fiskal jilid satu dan dua. Karena sekarang virus corona sudah jadi pandemik, maka otoritas fiskal berencana mengeluarkan stimulus jilid 3.


Stimulus jilid 3 akan fokus pada pengadaan alat kesehatan termasuk industri kesehatan di dalamnya. Efektifkah ketiga stimulus tersebut?

Rupiah telah mencapai Rp 16 ribu pada penutupan Kamis siang (19/3), IHSG turun menuju level 4.100 seiring dengan masifnya data tambahan pasien dalam pengawasan (PDP) CV19. BEI sempat dibekukan sementara pendaftaran saat anjok ke 5.01 persen pagi tadi.

Masalah lain adalah darimana sumber pembiayaan ketiga stimulus tersebut. Berdasarkan keterangan kementerian keuangan, pembiayaan untuk counter cyclical tersebut melalui penerbitan SBN dalam dolar AS ataupun euro.

Untuk informasi, Kemenkeu telah menerbitkan SBN jangka panjang dengan kupon 3 persen dalam dolar AS, bahkan jika dalam euro kuponnya hanya 1.9 persen.

Ekosistem bunga global yang rendah dinilai menguntungkan Indonesia karena beban bunga kupon rendah diperolehnya. Benarkah demikian?

Total proyeksi stimulus ekonomi 2020 diprakirakan sebesar Rp 158,2 triliun atau sebesar 0.9 persen PDB yang terdiri dari stimulus jilid 1 sebesar Rp 10,3 triliun, stimulus 2 sebesar Rp 22,9 triliun, dan proyeksi tambahan defisit sebesar Rp 125 triliun.

Adapun rincian stimulus yang terakhir (jilid 2) sebagai berikut:

Pertama relaksasi Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh Pasal 21). Relaksasi diberikan melalui skema PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) sebesar 100 persen atas penghasilan dari pekerja dengan besaran sampai dengan Rp 200 juta pada sektor industri pengolahan, termasuk Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) dan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor–Industri Kecil dan Menengah (KITE IKM).

Kedua, relaksasi Pajak Penghasilan Pasal 22 Impor (PPh Pasal 22 Impor). Relaksasi diberikan melalui skema pembebasan PPh Pasal 22 Impor kepada 19 sektor tertentu, Wajib Pajak KITE, dan Wajib Pajak KITE IKM.

Ketiga, relaksasi Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh Pasal 25). Relaksasi diberikan melalui skema pengurangan PPh Pasal 25 sebesar 30 persen kepada 19 sektor tertentu, Wajib Pajak KITE, dan Wajib Pajak KITE-IKM.

Keempat, relaksasi restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Relaksasi diberikan melalui restitusi PPN dipercepat (pengembalian pendahuluan) bagi 19 sektor tertentu, WP KITE, dan WP KITE-IKM. Stimulus jilid 2 sudah diumumkan seminggu lalu, namun tidak mampu menyakinkan investor untuk tidak keluar dari rupiah hari ini. Rupiah jatuh ke level diatas Rp 16.000 adalah berita yang hebohkan karena terlemah dalam sejarah mata uang kebanggaan negara.

Stimulus jilid ketiga kemungkinan diambil dari realokasi APBN dan tambahan defisit. Realokasi APBN dapat diperoleh sekitar Rp 27 triliun yang berasal dari realokasi TKD perjalanan dinas, Dana Bagi Hasil Daerah Rp 460 miliar, Dana Alokasi Umum Rp 4 triliun, Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik kesehatan dan lainnya Rp 8,45 tiliun yang dapat dialihkan ke stimulus jilid 3 kesehatan.

Stimulus Yang Tidak Efektif Karena Terlalu Kecil

Melihat kondisi penyebaran CV-19 yang tak terbendung dan menyebar di berbagai propinsi, Pemerintah harusnya memberikan stimulus yang signifikan jumlahnya.

Ditambah keengganan pemerintah melakukan karantina wilayah (Lockdown) CV19 diduga akan lebih cepat lagi kasus positif terekspos ke publik. Skenario terburuk dari CV19 adalah seluruh Rumah Sakit akan dibanjiri ratusan PDP setiap hari dan tenaga medis akan kewalahan merespons masifnya kedatangan PDP terebut.

Dalam skenario tersebut, Indonesia membutuhkan stimulus dana yang besar untuk penyediaan test kits CV19 yang mampu menguji 10.000 orang/alat di tiap provinsi, pengadaan APD kesehatan yang besar untuk tidak hanya tenaga medis tapi juga para relawan (mahasiswa dan pensiunan dokter dan perawat).

Indonesia Dapat Mencontoh AS Dan Negara Lain

Kemarin, Presiden Amerika mengumumkan memberikan stimulus ekonomi corona sebesar 1 triliun dolar AS (senilai 1 kali PDB Indonesia) yang terdiri dari Bantuan Langsung Tunai (Cash Check) sebesar 1.000 dolar AS atau Rp 15,4 juta per orang dan bail out beberapa perusahan khususnya industri penerbangan. BLT tersebut untuk mengkompensasi terhentinya pekerjaan warga AS sekaligus mendorong pelemahan daya beli masyarakat AS.

Dunia memberikan stimulus triliun dolar serupa AS, seperti Eropa memberikan stimulus melalui 1,5 T dolar AS in Repo, 1,1 T dolar AS Commercial paper relief, 750 M dolar AS QE from ECB, Stimulus Uni Eropa lainnya adalah sebesar 600 M dolar AS bank loan guarantee (France/UK), 500 M dolar AS in loans (Germany), 300 M dolar AS in Japanese stimulus (proposed) dan 100 M dolar AS in fiscal stimulus across Europe.

Estimasi kasar seharusnya stimulus RI adalah 30 persen dari APBN yaitu Rp 750 triliun (APBN 2020, Rp 2540 triliun). Itu sebuah stimulus yang signifikan untuk meredam perlambatan ekonomi Indonesia.

Kondisi Darurat Negara dan Pembiayaan Stimulus Corona

Untuk memberikan stimulus sebesar itu, Indonesia butuh deklarasi kondisi darurat, sehingga realokasi dana transfer daerah bisa sementara dialihkan sebagai stimulus untuk corona.

Pembiayaan stimulus juga tidak dapat diperoleh dari penerimaan pajak, karena kondisi krisis pajak pastinya turun. Pembiayaan untuk stimulus tersebut dapat dilakukan melalui pelebaran defisit APBN. Relaksasi UU Keuangan negara yang menyebutkan defisit APBN maksimal 3 persen perlu dilakukan.

Stimulus untuk corona diprakirakan membutuhkan defisit APBN sebesar 7-9 persen bila ingin keselamatan jiwa termaksimalkan dan pertumbuhan ekonomi tidak turun drastis.

Achmad Nur Hidayat
Pengamat Kebijakan Publik